Eksekusi Hukuman Guru SD di Palopo Diwarnai Tindakan Kekerasan, Keluarga Terpidana Terpukul

waktu baca 2 menit
Selasa, 24 Des 2024 08:33 0 1184 Mubaraq Adlu
 

Palopo, LUWUNEWS – Kejaksaan Negeri Luwu, dengan dukungan aparat kepolisian bersenjata lengkap, kembali mengeksekusi hukuman terhadap guru Sekolah Dasar, Muh. Nur Alamsyah.

Sebelumnya, Nur telah menjalani hukuman percobaan selama 10 bulan. Eksekusi ini berlangsung pada 20 Desember 2024 di Jalan Nonci, Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Proses penangkapan yang berlangsung di lokasi tersebut mencuri perhatian publik, terutama karena insiden ini memicu reaksi emosional dari pihak keluarga.

Samsiasam, ibu dari terpidana, menggambarkan peristiwa tersebut sebagai momen yang penuh dengan ketegangan dan drama, yang menyebabkan trauma mendalam bagi seluruh anggota keluarga.

Ia menceritakan dengan penuh perasaan bagaimana seluruh keluarga, termasuk istri dan anak-anak terpidana yang masih di bawah umur, menyaksikan kejadian tersebut dengan sangat terkejut dan terpukul.

Puncaknya, ketika Muh. Nur Alamsyah ditarik paksa oleh petugas hingga terseret ke tanah, momen yang menurutnya sangat mengerikan dan menambah beban psikologis bagi keluarga.

“Anak saya ditarik paksa dan terseret di jalan. Bahkan saya melihat beberapa polisi yang membawa senjata, dan salah satu dari mereka mengisi peluru ke dalam senjatanya, seolah ingin menegaskan bahwa ada ancaman serius di balik tindakan itu,” ungkap Samsiasam dengan nada yang penuh emosi, sambil mengulang kembali adegan penangkapan yang menegangkan tersebut.

Sementara itu, Muh. Nur Alamsyah sendiri mengakui perasaan yang sama ketika ditemui di Lapas Kelas II A Palopo.

Ia menjelaskan bahwa tidak hanya penggunaan kekuatan fisik yang terlihat jelas dalam proses penangkapannya, tetapi juga ada dugaan tindakan kekerasan fisik yang menurutnya berlebihan dan tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya.

Peristiwa ini pun memicu berbagai pertanyaan terkait etika dan prosedur penegakan hukum yang diterapkan oleh pihak berwenang, terutama mengenai apakah kekerasan fisik yang dilakukan dalam penangkapan ini sesuai dengan standar operasional yang berlaku.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik, tidak hanya karena dampak emosional yang ditimbulkan bagi keluarga terpidana, tetapi juga karena munculnya kekhawatiran tentang transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum di wilayah tersebut.

Banyak pihak yang berharap agar kejadian ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk memastikan bahwa prosedur hukum dilakukan dengan adil dan manusiawi, serta menghormati hak asasi setiap individu.(*)