Sikapi Kondisi Lingkungan dan Arah Pembangunan Kabupaten Luwu, PP IPMIL Gelar FGD

waktu baca 3 menit
Selasa, 11 Jun 2024 21:20 0 1250 Redaksi

Mengangkat tema “Meneropong Masa Depan Kabupaten Luwu: Ekonomi Politik dan Krisis Lingkungan”.

 

Makassar, LUWUNEWS – Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu (PP IPMIL) menggelar kegiatan Focus Discussion Grup (FGD) pada Senin (10/06/2024) malam, bertempat di NAF.SPACE Jalan Inspeksi PAM, Kecamatan Manggala Kota Makassar.

Mengangkat tema “Meneropong Masa Depan Kabupaten Luwu: Ekonomi Politik dan Krisis Lingkungan”, FGD menghadirkan dua orang narasumber, yakni aktivis lingkungan Eko Rusdianto dan Koordinator Divisi Hak Ekosob LBH Makassar Melisa Ervina Anwar.

“Kami mengangkat tema tersebut atas dasar realitas bencana alam dan juga upaya mencari fakta dan jawaban perihal sebab akibat krisis lingkungan (di Luwu),” kata Yandi, Ketua Umum PP IPMIL dalam keterangannya kepada LuwuNews, Selasa (11/06/2024).

Yandi bilang, diskusi ini bisa menjadi pedoman gerak manusia terhadap lingkungan. “Kegiatan (FGD) ini bisa menjadi pedoman dan gerak manusia terhadap kepedulian lingkungan,” ungkapnya.

Yandi berpesan agar seluruh pihak selalu bijak dalam berbuat dan mengambil keputusan, apalagi terhadap bencana alam yang menimpa beberapa daerah di Kabupaten Luwu beberapa bulan lalu.

“Hadirnya bencana alam beberapa pekan lalu di Kabupaten Luwu adalah bahasa lain dari kerusakan lingkungan. Hal ini mestinya jadi bahan evaluasi bagi seluruh masyarakat apalagi pemerintah untuk lebih bijak dalam berbuat,” ujarnya.

FGD dilaksanakan PP IPMIL Menyoal Masalah Lingkungan di Kabupaten Luwu.

Sementara itu, Ketua Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup PP IPMIL Raynal Tri Ahmad mengatakan FGD tersebut dilakukan sebagai upaya menyikapi kondisi di Kabupaten Luwu dewasa ini.

“Ini adalah bentuk upaya dan sikap dari realitas kebijakan pemerintah yang mengarahkan Kabupaten Luwu menjadi daerah industrialisasi dengan hadirnya industri tambang,” beber Raynal.

Kata Raynal, kebijakan yang mengarah ke industrialisasi harus dicekal karena kehadirannya akan berefek pada lingkungan hidup.

Raynal mengkritik keras ucapan Menteri Sosial Tri Rismaharini beberapa waktu lalu yang ingin merelokasi masyarakat Latimojong akibat banjir ke tempat lain. Menurut Raynal, hal itu bukan solusi melainkan pengusiran dan dukungan terhadap aktivitas tambang.

“Kami mengkritik keras ucapan Mensos yang ingin merelokasi masyarakat Latimojong ke tempat lain, itu bukan solusi melainkan bentuk lain dari pengusiran dan dukungan terhadap aktivitas pertambangan tanpa memandang aspek lingkungan dan keberlanjutan hidup masyarakat,” tegasnya.

Menurut Raynal, dengan adanya bencana alam seharusnya seluruh industri pertambangan yang ada di Kabupaten Luwu dicek terlebih dahulu Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Mestinya dengan adanya bencana alam, seluruh industri pertambangan yang bercokol di Kabupaten Luwu mesti dicek kembali soal IUP dan AMDAL-nya,” katanya.

Raynal pada pertemuan tersebut menawarkan solusi untuk masalah tersebut yaitu menjadikan wilayah Kecamatan Latimojong sebagai kawasan konservasi.

“Ini adalah upaya menjaga stabilitas keberlanjutan, keberlangsungan dan keselamatan hidup jangka panjang masyarakat di Kabupaten Luwu,” sebutnya.

Senada dengan Raynal, Wakil Sekretaris Jenderal Kelautan dan Perikanan PP IPMIL Jarji Zidan menegaskan bahwa industri pertambangan di Kabupaten Luwu harus dicekal sesegera mungkin.

Dalam pandangan Jarji, kehadiran industri pertambangan justru akan menyisakan dampak negatif, mulai dari dampak ekologis, ekonomi, hingga dampak sosial.

“Dampak ekologisnya akan menghendaki pembukaan hutan secara besar-besaran yang berimbas terhadap keberlangsungan hidup flora dan fauna serta berpotensi terhadap terjadinya bencana alam,” ungkapnya.

Hadirnya industri pertambangan, tambah Jarji, juga akan mempengaruhi aktifitas ekonomi masyarakat yang sebagian besar adalah petani.

“Limbah dari industri pertambangan merusak faktor produksi masyarakat petani seperti terjadinya kerusakan air dan tanah,” tambahnya.

Sedangkan dari sisi sosial, Jarji menyebut hadirnya industri pertambangan dapat memicu konflik sosial. “Dalam hal ini berpotensi terjadinya konflik agraria diakibatkan oleh perampasan tanah masyarakat,” sebut dia.

Dikatakan Jarji, gerakan ini akan terus berlanjut. Ia menghimbau seluruh mahasiswa dan masyarakat di Kabupaten Luwu untuk bergabung sehingga nantinya menjadi gerakan kolektif. “Sebab yang paling penting adalah aspek keamanan dan keselamatan masyarakat,” kuncinya. (Ifan/*)