Mulai Blasting, Ketua KKLR Sulsel Warning Tambang Emas Masmindo Bisa Jadi Musibah Jika Tak Dikontrol

waktu baca 2 menit
Rabu, 18 Jun 2025 19:48 0 1178 Redaksi
 

MAKASSAR — Tahapan peledakan (blasting) yang mulai dilakukan PT Masmindo Dwi Area (MDA) dalam operasional tambang emas di Blok Awak Mas, Kabupaten Luwu, mendapat peringatan keras dari Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Sulawesi Selatan, Ir. Hasbi Syamsu Ali, MM.

Menurut Hasbi, aktivitas pertambangan yang tak diawasi secara ketat dan tidak dijalankan dengan standar keselamatan serta kepatuhan lingkungan yang kuat berpotensi menjadi musibah baru bagi masyarakat Luwu Raya.

Ia menyebut bahwa banjir dan bencana ekologis yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir patut dijadikan pelajaran penting sebelum tambang dibiarkan melaju tanpa pengawasan yang memadai.

“Kalau tidak dikontrol secara ketat, tambang Masmindo ini bisa jadi musibah. Jangan tunggu bencana datang dulu baru semua orang sibuk menyalahkan,” tegas Hasbi dalam pernyataan resminya, Rabu (18/6).

Ia menegaskan bahwa legalitas lahan yang dimiliki PT MDA berdasarkan izin negara tidak serta-merta membebaskan perusahaan dari tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Hasbi mengingatkan bahwa setiap langkah operasional, apalagi yang melibatkan peledakan gunung, membawa risiko besar bagi keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem sekitar.

“Saya tidak menolak tambang. Tapi tambang itu harus diawasi, dikendalikan, dan diaudit terus-menerus. Jika dibiarkan liar, kita akan menyaksikan dampak ekologis yang lebih luas, dan rakyat yang akan menanggung akibatnya,” tambahnya.

Blasting yang dilakukan PT Masmindo diawali dengan prosesi adat Mangngolo Ri Arajang di Salassae, Kedatuan Luwu, pada Minggu (15/6). Prosesi itu dipimpin oleh Cenning Luwu Hj. Andi ST Husaima dan dihadiri para pemangku adat dari wilayah Tana Luwu.

Ritual tersebut dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur sebelum aktivitas tambang dimulai secara intensif.

Namun, Hasbi mengingatkan agar prosesi adat tersebut tidak menjadi pengalih perhatian dari hal-hal yang lebih substansial, yakni perlindungan lingkungan dan keselamatan warga.

“Prosesi adat itu baik. Tapi jangan hanya jadi formalitas. Yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan bahwa tanah mereka tidak rusak, air mereka tidak tercemar, dan rumah mereka tidak terancam,” ujarnya tegas.

Ia juga mendorong pemerintah daerah, aparat pengawas lingkungan, dan DPRD untuk menjalankan fungsi kontrolnya secara serius terhadap PT MDA.

Menurut Hasbi, pengawasan publik adalah kunci agar keberadaan tambang benar-benar membawa manfaat, bukan sebaliknya.

“Kita ingin tambang ini jadi sumber kemakmuran, bukan kutukan baru. Tapi itu hanya bisa terjadi kalau semua pihak, termasuk masyarakat sipil dan tokoh adat, dilibatkan dalam pengawasan sejak awal,” pungkasnya. (*)